Memahami Idealisme dari Kisah Edward Snowden - Fachrul Hidayat
News Update
Loading...

Saturday, 1 August 2020

Memahami Idealisme dari Kisah Edward Snowden

sinopsis film snowden

Pernahkah Anda menonton film berjudul Snowden? Jika belum, saya ingin merekomendasikan film ini untuk Anda nonton. Film yang dibintangi oleh Joseph Gordon Lewitt ini sebenarnya sudah lama rilis, kalau tidak salah tahun 2016. Namun di nonton sekarang pun saya yakin tak mengurangi kekuatan dari film ini. Biar saya tidak spoiler, Anda sebaiknya menonton filmnya lebih dahulu sebelum melanjutkan membaca tulisan ini.

Film Snowden di adaptasi dari kisah nyata tentang Edward Snowden yang sempat heboh di tahun 2013. Edward Snowden adalah seorang kutu komputer, warga negara AS yang membocorkan banyak rahasia operasi intelejen AS kepada dunia. Tindakannya ini membuat pemerintah AS murka dan menetapkan Snowden sebagai buronan negara.

Sebelum menjadi buronan, Snowden sebenarnya memiliki hidup yang sempurna. Di umur 29 tahun, ia telah memiliki kehidupan yang diimpikan oleh banyak anak muda seusianya. Ia bekerja di NSA, Badan Keamanan Nasional AS, sebagai kontraktor senior, dan memiliki seorang kekasih yang cantik.

Di NSA, Snowden di beri kesempatan memimpin proyek-proyek besar. Ia memiliki karir profesional yang cerah berbekal kecerdasannya sebagai ahli program keamanan komputer. Sungguh sebuah pekerjaan prestisius yang menjadikannya hidup berkecukupan.

Lalu mengapa ia berbalik arah melawan negaranya?

Bekerja di NSA menjadikan Snowden mengetahui dengan jelas proyek-proyek intelejen AS, baik yang benar maupun yang menurutnya tidak benar. Snowden lama kelamaan mulai terusik mengetahui fakta bahwa NSA melakukan beberapa proyek yang menurutnya mengancam privasi publik. Misalnya ketika ia mengetahui bahwa NSA secara sembunyi-sembunyi telah menyadap jaringan seluler setiap warga negara AS dengan dalih pencegahan terorisme.

Snowden bukan serta merta membelot. Pertama kali ia berusaha mempertanyakan hal tersebut kepada para petinggi NSA. Namun sayang usahanya tersebut tidak bersambut. Ia merasa sendirian. Banyak orang dalam tubuh NSA yang mengetahui proyek-proyek aneh yang dilakukan NSA, namun tak ada yang mau bersuara.

Saya melihat bahwa kisah Snowden ini adalah persoalan idealisme atau prinsip hidup. Snowden bukan tidak mencintai negaranya. Ia sejak muda telah bekerja di militer dengan maksud untuk melayani AS. Snowden mencintai AS, namun ia lebih mencintai kebenaran.

Puncaknya, Snowden berencana melakukan hal yang beresiko. Ia bermaksud menyampaikan data-data  proyek NSA kepada media-media terkemuka dunia. Snowden paham resiko yang akan ia hadapi. Tapi keinginannya untuk melakukan hal yang menurutnya benar sudah amat kuat. Ia rela menjadi buronan. Ia rela kehilangan kehidupan dan karir yang gemilang.

Snowden kemudian mengundang dua wartawan dari  The Guardian dan New York Times untuk menemuinya di Hongkong. Kepada kedua wartawan yang ia percayai tersebut, Snowden membeberkan beberapa data rahasia NSA. Ia berharap informasinya dapat dimuat di media dan disampaikan kepada seluruh dunia.

Sekejap saja setelah data-data itu terbuka ke publik, sektor intelejen AS terguncang. Mata dunia mulai terbuka akan lemahnya keamanan dan privasi di dunia maya. Konon, ikut bocornya data penyadapan AS terhadap beberapa kepala negara menyebabkan hubungan AS dengan beberapa negara memanas. Snowden sendiri seketika itu langsung menjadi buronan paling di cari oleh AS dan di buru ke seantero dunia.

Sampai hari ini Snowden masih terlantar. Ia hidup di Rusia, mencari perlindungan dari kejaran AS, negaranya sendiri. AS mencap Snowden sebagai pengkhianat, tapi sebagian warga AS menganggap ia sebagai pahlawan. Snowden juga tak pernah menyesal sedikitpun atas prinsip dan tindakannya.

Apakah Anda pernah mengalami posisi seperti Snowden? Suatu ketika Anda mengetahui bahwa ada yang salah namun orang lain bersikap cuek terhadap itu. Anda menganggap kesalahan itu mesti di koreksi tapi orang lain secara kolektif merasa itu normal-normal saja.

Nah, untuk mendobrak keadaan seperti itu dibutuhkan keberanian yang besar. Keberanian seperti Edward Snowden. Anda bukan hanya mesti berani melawan kebiasaan yang telah mengakar, namun juga harus siap menanggung resiko setelahnya. Kebanyakan yang saya ketahui, orang yang memiliki idealisme tinggi seperti ini selalu terpinggirkan.

Menjaga prinsip hidup secara konsisten memang berat, namun dengan itulah seorang manusia berharga. Saya sendiri selalu menaruh respek yang tinggi pada orang-orang yang memiliki prinsip yang kokoh, meski terkatung-katung mereka menjaganya. Ketika telah memiliki dasar yang benar dalam hidup, mereka tidak lagi membutuhkan persetujuan orang lain. Orang-orang seperti ini sampai kapanpun tidak akan tumbang oleh harta dan jabatan.

Bagikan ke teman-teman anda

Tinggalkan komentar

Notification
Apa isi Blog ini? Catatan perjalanan, opini, dan esai ringan seputar Engineering.
Done