Hydropower Plant adalah salah satu metode untuk
menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan potensi tenaga air. Di
Indonesia, metode ini lebih dikenal dengan nama Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA).
PLTA mengandalkan ketinggian jatuh air (head) dan jumlah aliran air (debit)
untuk menggerakkan sudu-sudu Turbin dan memutar Generator sehingga
menghasilkan listrik.
Selain Turbin dan Generator sebagai komponen utama,
PLTA terdiri dari beberapa sistem mekanis luar yang mendukung kinerja Turbin
dan Generator. Sistem tersebut dalam PLTA dikenal dengan istilah Mechanical Balance
of Plant (MBOP) Sistem. MBOP ini menyuplai kebutuhan Turbin dan
Generator seperti Lubricating Oil, Cooling Water, Fire Hydrant, Oil Mist Collector, dll.
Cooling Water System atau air pendingin adalah salah satu bagian yang
krusial pada PLTA. Sistem ini yang menyediakan air pendingin pada bagian-bagian
Turbin dan Generator sesuai tekanan dan debit tertentu melalui jaringan pipa. Untuk
mencapai kinerja Cooling Water yang efektif, salah satu hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perecanaannya adalah sumber Cooling Water itu
sendiri.
Suplai Cooling Water harus tersedia pada
saat Turbin PLTA beroperasi. Air tersebut bisa didapatkan dari beberapa
sumber yaitu:
a.
Dialirkan dari Head Tank
b.
Dipompa dari Tailrace
c.
Diambil dari Turbin Cover
d.
Disambung dari Penstock
Tulisan ini akan mengulas salah satu sumber Cooling
Water yang banyak digunakan PLTA, yaitu dari Penstock.
Sumber Cooling Water dari
Penstock
Mengambil Cooling Water dari Penstock
adalah metode yang paling banyak digunakan, dan ini adalah sumber Cooling
Water terbaik untuk PLTA head menengah. Kita cukup menyambungkan pipa ke Penstock yang terdekat dan
mengalirkan ke sistem Turbin yang membutuhkan Cooling Water.
Keunggulan
cara ini adalah jalur sistem perpipaan yang pendek, dan ketersediaan tekanan
yang stabil. Namun untuk PLTA head menengah keatas, menggunakan cara ini
harus melalui perhitungan yang baik. Umumnya tekanan Penstock lebih
besar dari tekanan kebutuhan Cooling Water. Untuk itu dibutuhkan Pressure Reducing Valve (PRV). Menggunakan
PRV pada head tinggi dapat menyebabkan kavitasi pada air dan memicu terjadinya
korosi pada komponen tersebut, terlebih jika kandungan airnya kotor. Kavitasi
juga menimbulkan bunyi dan getaran disekitar PRV yang dapat merusak komponen
lain dalam sistem perpipaan. Untuk mengurangi kavitasi, beberapa cara dapat
dilakukan:
a.
Memilih PRV yang sesuai dengan kondisi aliran dan dilengkapi dengan
sistem anti kavitasi;
b.
Menggunakan PRV secara bertingkat pada satu jalur, agar penurunan tekanan
terjadi secara perlahan-lahan;
Perlu dipertimbangkan pula kemampuan PRV untuk
menahan tekanan Water Hammer Penstock yang jauh lebih besar dari tekanan
normal. Dari aspek aliran dalam pipa tidak ada potensi masalah yang berarti.
Hanya perlu diperhatikan bahwa kecepatan aliran didalam Pentock harus
dipastikan tidak menciptakan tekanan air yang lebih rendah dari tekanan dimana outlet
pipa Cooling Water ini tersambung. Tekanan yang demikian malah dapat menyebabkan
aliran balik ke dalam Penstock. Pada beberapa perhitungan dan simulasi
software yang saya lakukan, dengan perbandingan diameter Penstock &
pipa Cooling Water yakni 4100 mm : 273 mm, maka didapatkan bahwa kecepatan
aliran dalam penstock tak boleh lebih dari 15 m/s. Pada kecepatan 15 m/s
tekanan air didalam Penstock akan lebih rendah dari tekanan outlet Cooling
Water dan akan menyebabkan arah aliraan berubah. Kondisi seperti ini tentu
sangat sulit terjadi mengingat bahwa Turbin telah menetapkan dibit air yang tertentu
sehingga kecepatan aliran akan terkontrol dari bukaan Turbine Guide Vane.
Pertimbangan lain dari penggunaan cara ini yaitu
bahwa air yang keluar dari penstock adalah air yang mengurangi daya Turbin,
meskipun angkanya sangat kecil. Misalkan, sebuah PLTA pada head 100 m dengan
daya yang dibangkitkan 100 MW, membutuhkan Cooling Water sekitar 150 l/s. Air
sejumlah tersebut mengurangi daya sekitar 130 kW dari daya yang seharusnya
dibangkitkan.
Beberapa PLTA yang mengambil suplai Cooling
Water dari Penstock sbb:
a.
Vidraru HPP di Romania, head 290 m, flow rate 22,5 m3/s, 4x55 MW.
Cooling Water di Vidraru HPP dialirkan dari water tank yang diletakkan di
lantai selevel machine hall (Groud Floor). Water tank
tersebut diisi dari Tailrace melalui sistem pompa yang sekaligus menjadi
suplai utama Cooling Water. Sebagai back
up, water tank bisa diisi dari penstock dengan menggunakan 4 pipa
paralel yang masing-masing melalui PRV. Kapasitas PRV adalah 0,1 m3/s, maksimum
inlet pressure 40 bar dan outlet pressure 5,5 bar.
Source: researchgate.net
b.
Middle Marsyangdi HPP di Nepal, 2x35 MW
Suplai Cooling Water Utama diambil langsung dari Penstock,
dialirkan ke Turbin setelah melalui Heat Exchanger. Sebagai back up,
suplai bisa diambil dari Turbine Draft Tube melalui 2 unit pompa.
Source: globaljournals.org
c.
PLTA Sutami, Brantas, Indonesia
Menggunakan water tank sebagai penampungan, suplai air untuk water tank
diperoleh dari penstock. Tekanan inlet 9 bar dan tekanan outlet 6 bar setelah
melalui PRV.
Sumber Cooling
Water dari Penstock adalah cara yang paling banyak dipakai pada PLTA
di seluruh dunia, terutama untuk head menengah, baik sebagai suplai
utama maupun sebagai back up. Menggunakan
cara ini pada head tinggi pun tidak masalah asal diperhatikan tentang
pemilihan PRV yang sesuai dari aspek ukuran, kapasitas, tingkat kavitasi, serta
tentunya nilai ekonomis. Sebaiknya dibuat jalur by pass yang juga dilengkapi dengan PRV agar sistem tetap dapat
bekerja jika ada maintenance PRV pada
jalur utama. Pemilihan sumber Cooling Water yang baik sangat menentukan performa Turbin dan Generator pada PLTA.
Sangat bermanfaat menambah ilmu pengetahuan trimakasi Pak guru semoga sehat selalu
ReplyDeleteSama2 tuan.
Delete