"Setelah
hari kita menyaksikan pengujian hari ini, melanjutkan
pengujian-pengujian sebelumnya, maka kami nyatakan PLTA ini berhak
mendapatkan rekomendasi Laik Sinkron dan Laik Bertegangan dengan sistem
jaringan 275 KV."
Kalimat diatas meluncur santai dari Bapak Suwito Soeleman, Penanggung Jawab Teknik PT Surveyor Indonesia, sore ini di ruangan meeting proyek PLTA Poso I, proyek pembangkit listrik yang sedang kami kerjakan. PT Surveyor Indonesia ini adalah perusahaan independen yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi terhadap PLTA Poso I, apa benar sudah siap berfungsi atau belum. Pernyataan Pak Suwito ini diikuti dengan penandatanganan beberapa dokumen yang menandakan bahwa pembangkit listrik kami siap menerima tes beban dari PLN.
Kami yang berada di ruangan, begitu senang. Beberapa teman bertepuk tangan, sepertinya ada yang terharu sampai berkaca-kaca matanya. Bukan mengapa, untuk bisa sampai ke tahap ini, tidak begitu mudah untuk sebagian dari kami, termasuk saya, yang masih muda dan minim pengalaman kerja. Namun perusahaan ini percaya-percaya saja pada kemampuan kami.
Saat baru tiba di proyek ini beberapa hari lalu, Pak Suwito dalam sambutannya menyampaikan begini:
"Saya sudah berkeliling melakukan verifikasi pembangkit listrik seperti ini di beberapa wilayah di Indonesia, namun baru kali ini ruangan seperti ini dipenuhi anak-anak muda. Ini perusahaan yang unik. Biasanya perusahaan pembangkit listrik yang besar, ada konsultan terpisah, kontraktor terpisah, dan pekerjaannya dibagi ke sub kontraktor yang terpisah masing-masing. Tapi perusahaan ini berbeda. Semua dikerjakan sendiri. Mungkin ini satu-satunya perusahaan nasional yang sanggup membangun pembangkit listrik, yang mulai dari feasibility study, konstruksi, sampai pengujian dilakukan sendiri."
Saya kemudian berpikir-pikir, memang agak nekat juga perusahaan membebankan proyek sebesar ini kepada insinyur-insinyur lokal seperti kami. Perusahaan yang tergabung dalam grup usaha Kalla Group ini memang sejak dulu selalu menggunakan tenaga kerja lokal, tak hanya di PLTA Poso, namun juga di proyek-proyek yang lain.
"Saya sudah berkeliling melakukan verifikasi pembangkit listrik seperti ini di beberapa wilayah di Indonesia, namun baru kali ini ruangan seperti ini dipenuhi anak-anak muda. Ini perusahaan yang unik. Biasanya perusahaan pembangkit listrik yang besar, ada konsultan terpisah, kontraktor terpisah, dan pekerjaannya dibagi ke sub kontraktor yang terpisah masing-masing. Tapi perusahaan ini berbeda. Semua dikerjakan sendiri. Mungkin ini satu-satunya perusahaan nasional yang sanggup membangun pembangkit listrik, yang mulai dari feasibility study, konstruksi, sampai pengujian dilakukan sendiri."
Saya kemudian berpikir-pikir, memang agak nekat juga perusahaan membebankan proyek sebesar ini kepada insinyur-insinyur lokal seperti kami. Perusahaan yang tergabung dalam grup usaha Kalla Group ini memang sejak dulu selalu menggunakan tenaga kerja lokal, tak hanya di PLTA Poso, namun juga di proyek-proyek yang lain.
Ditengah banyaknya proyek pembangkit listrik yang digarap oleh tenaga kerja asing, Bapak Ahmad Kalla, pimpinan perusahaan ini, tak bergeming sedikitpun. Terang-terangan beliau selalu percaya bahwa insinyur-insinyur Indonesia juga sanggup mengerjakan proyek PLTA.
Dari ruangan ini saya lalu teringat beberapa teman yang terlibat di proyek PLTA Poso ini yang memang masih muda-muda.
Pertama kali teringat yaitu teman yang lugu, Surya. Ia adalah wong jowo lulusan Teknik Geologi UPN Yogyakarta. Pada tahun 2015 silam ketika proyek ini baru proses persiapan lahan, saya beberapa kali menemani dia melakukan plate load test di beberapa titik lokasi proyek. Tes ini katanya berfungsi untuk menghitung daya dukung tanah terhadap bangunan pembangkit listrik yang akan kami kerjakan. Lalu berikutnya saya ingat Reza, anak muda jebolan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, yang hitungan-hitungannya banyak tertanam di desain bangunan proyek ini.
Lalu saya ingat Hajrul, teman yang kini sudah pindah ke proyek lain, namun sumbangsihnya dalam pembangunan bendungan air proyek ini masih kokoh sampai sekarang. Selanjutnya saya ingat Zeid, lulusan Teknik Sipil Unhas juga. Zeid bersama Gianta, alumni Teknik Sipil Universitas Tadulako, adalah pengawas pembangunan Power House PLTA ini. Saya juga ingat Afif yang mengerjakan area Penstok. Ia anak muda yang teliti. Setiap pagi saya perhatikan dia membuat catatan-catatan kecil tentang apa yang akan dia kerjakan pada hari itu.
Di ruangan meeting sore ini ada Aldih dan Amir, dua alumni Teknik Elektro Unhas yang usianya belum genap 30 tahun. Amir bagian instrumen kontrol dan Aldih adalah andalan di bagian arus kuat. Ide-ide mereka ini banyak tersimpan di komponen-komponen elektrikal proyek ini.
Pertama kali teringat yaitu teman yang lugu, Surya. Ia adalah wong jowo lulusan Teknik Geologi UPN Yogyakarta. Pada tahun 2015 silam ketika proyek ini baru proses persiapan lahan, saya beberapa kali menemani dia melakukan plate load test di beberapa titik lokasi proyek. Tes ini katanya berfungsi untuk menghitung daya dukung tanah terhadap bangunan pembangkit listrik yang akan kami kerjakan. Lalu berikutnya saya ingat Reza, anak muda jebolan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, yang hitungan-hitungannya banyak tertanam di desain bangunan proyek ini.
Lalu saya ingat Hajrul, teman yang kini sudah pindah ke proyek lain, namun sumbangsihnya dalam pembangunan bendungan air proyek ini masih kokoh sampai sekarang. Selanjutnya saya ingat Zeid, lulusan Teknik Sipil Unhas juga. Zeid bersama Gianta, alumni Teknik Sipil Universitas Tadulako, adalah pengawas pembangunan Power House PLTA ini. Saya juga ingat Afif yang mengerjakan area Penstok. Ia anak muda yang teliti. Setiap pagi saya perhatikan dia membuat catatan-catatan kecil tentang apa yang akan dia kerjakan pada hari itu.
Di ruangan meeting sore ini ada Aldih dan Amir, dua alumni Teknik Elektro Unhas yang usianya belum genap 30 tahun. Amir bagian instrumen kontrol dan Aldih adalah andalan di bagian arus kuat. Ide-ide mereka ini banyak tersimpan di komponen-komponen elektrikal proyek ini.
Di lantai bawah ruangan meeting ini ada Sulqadri dan Imam, dua lulusan Teknik Mesin Unhas yang melakukan pengawasan pemasangan Turbin sejak dari bagian paling dasar sampai bisa berputar seperti sekarang. Ada Iqbal yang mengerjakan pamasangan pompa, kompresor, dan sistem perpipaan. Firman dan Faruq, dua anak muda andalan instrumen Generator yang gesit dan lincah. Ah, banyak lagi.
Ada banyak anak muda lain di proyek ini tapi tak muat saya tuliskan satu persatu. Mereka semua berkontribusi untuk pencapaian proyek PLTA Poso hari ini.
Dibelakang kami yang muda-muda ini, berdiri senior-senior yang sudah ada pengalaman di proyek PLTA sebelumnya. Dari bimbingan merekalah tumbuh percaya diri dalam hati kami bahwa kami sanggup ikut serta mengerjakan proyek ini. Mereka juga bukan datang dari negara lain, melainkan adalah insinyur-insinyur produk asli Indonesia.
Begitulah. Saat banyak perusahaan lain tak mau ambil resiko dengan mempekerjakan insinyur lokal, proyek PLTA Poso ini masih mempekerjakan kami. Perusahaan ini mempercayai kami.
Beberapa bulan lalu saya membaca sebuah artikel di salah satu media online besar yang judulnya begini: PLTA Poso, Tempat Insinyur Indonesia Membuktikan Diri. Artikel tersebut kini sudah dihapus oleh pembuatnya, dan saya tak tahu apa alasannya.
Bagi saya, kami di proyek ini tidak sedang membuktikan apa-apa. Insinyur-insinyur Indonesia dimanapun juga tak perlu membuktikan apa-apa. Kami hanya bekerja seperti seharusnya, mencari nafkah untuk keluarga, dan membantu perusahaan mencapai tujuan sebagai timbal balik atas kepercayaan perusahaan kepada kami. Itu saja.
Toh, dibuktikan seperti apapun, kalau rejekinya proyek-proyek PLTA kita jatuh ke tangan pekerja asing ya tidak akan tertukar balik.
Ada banyak anak muda lain di proyek ini tapi tak muat saya tuliskan satu persatu. Mereka semua berkontribusi untuk pencapaian proyek PLTA Poso hari ini.
Dibelakang kami yang muda-muda ini, berdiri senior-senior yang sudah ada pengalaman di proyek PLTA sebelumnya. Dari bimbingan merekalah tumbuh percaya diri dalam hati kami bahwa kami sanggup ikut serta mengerjakan proyek ini. Mereka juga bukan datang dari negara lain, melainkan adalah insinyur-insinyur produk asli Indonesia.
Begitulah. Saat banyak perusahaan lain tak mau ambil resiko dengan mempekerjakan insinyur lokal, proyek PLTA Poso ini masih mempekerjakan kami. Perusahaan ini mempercayai kami.
Beberapa bulan lalu saya membaca sebuah artikel di salah satu media online besar yang judulnya begini: PLTA Poso, Tempat Insinyur Indonesia Membuktikan Diri. Artikel tersebut kini sudah dihapus oleh pembuatnya, dan saya tak tahu apa alasannya.
Bagi saya, kami di proyek ini tidak sedang membuktikan apa-apa. Insinyur-insinyur Indonesia dimanapun juga tak perlu membuktikan apa-apa. Kami hanya bekerja seperti seharusnya, mencari nafkah untuk keluarga, dan membantu perusahaan mencapai tujuan sebagai timbal balik atas kepercayaan perusahaan kepada kami. Itu saja.
Toh, dibuktikan seperti apapun, kalau rejekinya proyek-proyek PLTA kita jatuh ke tangan pekerja asing ya tidak akan tertukar balik.
Yang dibutuhkan Indonesia adalah pimpinan-pimpinan perusahaan seperti Pak Ahmad Kalla, yang percaya pada kemampuan kami dan siap mengambil resiko untuk kepercayaan itu. Kalau bukan karena kepercayaan Pak Ahmad Kalla, kami pasti sudah nelangsa dan menganga melihat proyek ini dari jauh, lalu ikut resah menjadi penonton di negeri sendiri.
Baca Juga:
Mas Fahrul ini arsitek sekaligus peternak ya
ReplyDeleteHalo Mba Damayanti. Bukan arsitek sih, hanya pekerja proyek hehe. Beternak kalau pas lagi pulang kampung saja.
DeleteTerima kasih sudah mampir, Mba.