Pada Maret 2018, Daniel Treisman, seorang professor ilmu politik dari University of California, Los Angeles, menulis analisis tentang kekuatan politik Rusia di era Vladimir Putin. Ia menyebut, ada dua sistem yang dijalankan Putin sehingga ia begitu kuat dalam politik domestik rusia. Disamping itu, oleh Treisman, Putin disebut sebagai geopolitical mastermind, alias orang yang berpengaruh dalam pergolakan politik internasional.
Sistem pertama adalah normal politic. Pada sistem ini, Treisman menggunakan istilah autopilot, dimana Putin sebagai pemimpin tidak perlu terlibat. Misalnya dalam aktivitas kenegaraan biasa, perbedaan pendapat dan gesekan dalam birokrasi, pelaku bisnis, atau kekuatan perorangan dalam negara.
Sistem kedua yaitu manual control, digunakan pada saat-saat tertentu yang membutuhkan sikap politik Putin. Misalnya dalam keadaan genting, ataupun untuk menuntaskan deadlock atau kebuntuan langkah politik. Pada sistem ini, Putin mengambil kendali pada posisi tertinggi untuk menentukan kebijakan dan sikap politik yang diinginkannya sebagai pemimpin negara.
Kita tak ingin berkiblat ke Rusia yang berbeda ideologi negara dengan kita, namun ini adalah tentang kekuatan seorang pemimpin.
Apa yang kita lihat dari presiden Jokowi dalam politik bangsa akhir-akhir ini?
Jika kita sepakat, Jokowi hanya berada di sistem pertama, dan itupun tidak berhasil. Mengatasi gonjang-ganjing permasalahan negara hari ini, kekuasaannya hampir tidak nampak.
Beberapa minggu lalu Jokowi mengundang 61 orang tokoh Papua untuk membicarakan penyelesaian permasalahan disana. Tapi beberapa hari setelah pertemuan itu, kerusuhan pecah di Papua, bangunan publik terbakar, dan banyak korban jiwa.
Dalam banyak kesempatan, Jokowi menjelaskan posisinya mendukung penguatan institusi KPK. Namun ia tak mampu membendung keinginan parpol-parpol yang berupaya melemahkan KPK melalui revisi UU.
Pada hari kamis (26/9) kemarin Jokowi mengundang 30 tokoh kebangsaan ke istana negara dan menegaskan komitmennya menjaga demokrasi dan kebebasan berpendapat. Tapi disaat yang bersamaan seorang mahasiswa yang melakukan unjuk rasa di Kendari tewas tertembak mati aparat kepolisian.
Saat memberikan grasi hukuman kepada aktivis lingkungan Eva Bande, Jokowi berpesan agar jangan ada lagi aktivis pejuang hak rakyat yang masuk bui. Tapi dua hari lalu aktivis dan jurnalis Dandhy Laksono diciduk polisi karena postingannya mengenai penanganan masalah Papua.
Lalu kemana Jokowi?
Baca juga: Suara Itu Bernama Dandhy Laksono
Aksi unjuk rasa masih terjadi di beberapa daerah, beberapa berlangsung ricuh dan menelan korban. Papua masih bergolak, sudah 32 orang tewas, banyak bangunan terbakar, dan akses kebebasan informasi disana masih dibatasi.
Ini situasi genting. Langkah taktis apa yang dilakukan Jokowi untuk meyakinkan bahwa negara ini masih baik-baik saja? Tidak nampak. Kemarin sore ia hanya muncul di TV mengucapkan turut berduka cita pada keluarga mahasiswa yang tewas.
Jokowi sebagai pemimpin negara, jangankan untuk mengambil sistem kendali manual seperti yang dilakukan Vladimir Putin, ia malah makin tenggelam. Kekuasaannya terbatas. Jokowi tidak hadir sebagai pemimpin yang menyelesaikan permasalahan bangsa.
Masih adakah Jokowi?
Masih adakah presiden Jokowi?
Atau memang sudah benar berita di media online, bahwa presiden Jokowi sudah terlampau jauh kehilangan kendali.