Saya
tumbuh besar di jaman sedang populernya seorang penyanyi idola masyarakat di desaku
pada tahun 2000-an. Bukan Deddy Dores, apalagi Tony Braxton, melainkan bapak
Saleh As.
Saleh
As adalah seorang penyanyi daerah Mandar yang lagu-lagunya melegenda di
kalangan masyarakat Sulawesi, khususnya di kampungku, Sulawesi Barat. Beliau
menciptakan puluhan lagu daerah dan banyak dari lagu tersebut yang ia nyanyikan
sendiri.
Masyarakat
Sulawesi Barat pasti tak asing dengan lirik lagu ini:
Usanga bittoeng
Ra’da
dziolou
Ikandi
palakang
Mecawa
le’mai
Ya,
gombalan karismatik khas Mandar diatas adalah penggalan sebuah lagu yang sangat
popular seantero tanah Sulawesi Barat. Rasanya tak mungkin ada orang disana
yang tak pernah mendengar lagu itu. Lagu berjudul ‘Malotong Mammis’
tersebut adalah salah goresan suara dan kekayaan pikiran seorang Saleh As.
Saleh
As menyanyikan lagu-lagu yang menyentuh sudut-sudut kehidupan. Ia menceritakan
perjalanan kehidupan pada lagu Pitu Ana’ Ende’u, dan mewakili pedihnya
patah hati dalam lagu Janjimu Puramai. Dijalan yang sama, ia
mengajarkan bahasa dan sastra mandar dari kota sampai ke pelosok desa melalui
kosakata yang apik dalam lirik-liriknya.
Di jaman saya beranjak remaja dulu, lagu-lagu Saleh As terdengar disetiap penjuru kampung. Ia mengalun dari suara biduan di acara pernikahan, tapi juga membahana dari radio buntut saat panen padi di sawah. Ia mendampingi saat malam di pos ronda, tapi tak jarang juga membangunkan tidur di pagi hari. Makanya mudah sekali bagi saya untuk mengidolakan Saleh As sampai ke ubun-ubun. Lagu-lagunya adalah lumbung kenangan bagi saya.
Kini
ada banyak penyanyi daerah Mandar yang lain, Saleh As juga sudah beranjak tua.
Namun bagi saya pesona beliau adalah semesta yang lain. Ia mengambil tempat
yang begitu kuat dalam ingatan. Saya bisa di suatu saat tiba-tiba saja ingin
mendengarkan lagu Tuo Welang Pelang dari galeri musik handphone.
Di playlist musik yang biasa saya dengarkan di kantor, lagu-lagu Saleh
As berbaris di album tersendiri. Lagu-lagu yang selalu berhasil membawa saya
kembali ke kampung halaman dalam sekejap, meski hanya dalam kenangan.
Pagi
ini saya mendengar kabar yang mengiris-iris hati: Saleh As terbaring sakit dan
tak cukup biaya untuk berobat.
Kabar
yang membuat saya ingin menangis sejadi-jadinya. Saya tak bisa berbuat apa-apa.
Hanya doa yang berulang-ulang terucap, semoga penyanyi idola saya cepat pulih.
Saya berharap dapat berjumpa dengan beliau suatu saat nanti. Kabulkan ya Allah
!
Saleh
As adalah maestro. Kenangannya tak ternilai.
Semua
ibu melahirkan anak, tapi tidak dengan ibu Saleh As, ia melahirkan seorang
legenda.