''Penerbangan ke Hongkong menguatkan syukur betapa teratur hidup seorang muslim. Bahkan untuk makan didalam pesawat saja tak boleh sembarangan. Alhamdulillah !
Besok saya akan terbang ke Jepang, tepatnya ke kota Osaka. Bukan untuk liburan melainkan untuk urusan pekerjaan. Beberapa menit yang lalu saya tiba di bandara Soekarno - Hatta, Cengkareng, setelah menempuh penerbangan 2 jam dari Makassar. Sehari sebelumnya saya berangkat dari lokasi proyek perusahaan tempat saya bekerja di Poso, Sulawesi Tengah, menuju Makassar.
Baca juga:
Saya seharusnya menginap malam ini di mes kantor pusat kami di daerah Cileungsi, Bogor. Namun setelah melihat jadwal penerbangan untuk besok maka saya pikir sebaiknya saya tidak mampir ke Cileungsi lagi. Di tiket yang disiapkan kantor saya lihat besok boarding 07.40 pagi. Waktu tempuh Cileungsi - bandara Soetta sekitar 2 jam. Kalau macet bisa 4 jam. Misalnya saya besok berangkat dari Cileungsi dinihari pun, pasti rempong dan terburu-buru.
Baca juga:
Saya seharusnya menginap malam ini di mes kantor pusat kami di daerah Cileungsi, Bogor. Namun setelah melihat jadwal penerbangan untuk besok maka saya pikir sebaiknya saya tidak mampir ke Cileungsi lagi. Di tiket yang disiapkan kantor saya lihat besok boarding 07.40 pagi. Waktu tempuh Cileungsi - bandara Soetta sekitar 2 jam. Kalau macet bisa 4 jam. Misalnya saya besok berangkat dari Cileungsi dinihari pun, pasti rempong dan terburu-buru.
Siang ini saya sudah dalam shuttle bus menuju salah satu hotel di dekat bandara Soetta. Motor berhimpit-himpitan disekitar bus, kemacetan khas ibukota yang saya nikmati dari jendela kaca. Dalam beberapa menit saja bus sudah masuk pelataran hotel. Saya turun dan check in di meja resepsionis, sekaligus mendaftar untuk diantar lagi besok jam 4 dinihari ke bandara. Biar aman tak lupa saya meminta dibangunkan satu jam sebelum jam 4. All clear, saya masuk ke kamar untuk beristirahat.
Singkat kisah, pukul 07.20 WIB keesokan harinya saya sudah di ruang tunggu terminal keberangkatan internasional bandara Soetta, setelah melalui berlapis-lapis pemeriksaan. Pemeriksaan di bagian imigrasi lumayan lama, antrian panjang sekitar 15 meter. Terlebih saya yang ke luar negeri untuk urusan kerja, mesti melampirkan dokumen-dokumen tertentu. Saya tunjukkan invitation letter atau undangan berkunjung dari perusahaan yang akan saya tuju di Jepang, isinya tulisan huruf kanji Jepang semuanya. Petugas imigrasi tidak tahu artinya. Saya juga tidak tahu. Haha. Untungnya saya ke bandara jauh sebelum jam keberangkatan, jadi saya santai saja dan tak khawatir ketinggalan pesawat.
Singkat kisah, pukul 07.20 WIB keesokan harinya saya sudah di ruang tunggu terminal keberangkatan internasional bandara Soetta, setelah melalui berlapis-lapis pemeriksaan. Pemeriksaan di bagian imigrasi lumayan lama, antrian panjang sekitar 15 meter. Terlebih saya yang ke luar negeri untuk urusan kerja, mesti melampirkan dokumen-dokumen tertentu. Saya tunjukkan invitation letter atau undangan berkunjung dari perusahaan yang akan saya tuju di Jepang, isinya tulisan huruf kanji Jepang semuanya. Petugas imigrasi tidak tahu artinya. Saya juga tidak tahu. Haha. Untungnya saya ke bandara jauh sebelum jam keberangkatan, jadi saya santai saja dan tak khawatir ketinggalan pesawat.
Ini penerbangan ke luar negeri pertama saya, tapi rasanya tak canggung sedikitpun, biasa saja. Pesawat yang akan saya tumpangi sudah tampak dibalik kaca, tapi belum ada panggilan boarding. Rute penerbangan ini adalah menuju Hongkong dulu, transit dan pindah pesawat, lalu lanjut ke Osaka sore nanti.
Di ruang tunggu saya mengisi waktu dengan video call ke istri tercinta yang ditinggal di Makassar. Berulang-ulang istri mengingatkan agar jaket disiapkan biar bisa langsung dipakai setiba di Osaka, mengingat disana lagi musim dingin alias winter. Sedingin apakah? Di pos 9 pendakian gunung Bawakaraeng kalau sudah 10 derajat celcius saya tak akan mau keluar dari sleeping bag.
Baca juga:
Beberapa saat kemudian, panggilan boarding terdengar dalam bahasa Inggris. Agak aneh juga, kita masih di Indonesia tapi pengumuman sudah berbahasa Inggris. Mungkin karena ini penerbangan ke Hongkong, dan saya lihat sebagian besar penumpang adalah bukan orang Indonesia. Saya ikut naik ke pesawat belakangan, mengikuti panggilan boarding yang diurut berdasarkan nomor seat.
Di dalam pesawat, beberapa saat sebelum lepas landas, seorang pramugari menghampiri saya.
''46A. Am I talking to Mr. Hidayat?"
"Ya, I am.
"Noted for moslem meal, right?''
''Yes, thank you!''
Jadi pemesanan makanan yang muslim friendly ini sudah dilakukan sebelumnya saat pembelian tiket. Didalam pesawat dipastikan lagi oleh para pramugari, sehingga saat penyajian makanan nanti, meskipun minoritas, penumpang yang muslim tetap mendapatkan makanan yang sesuai. Layanan seperti ini setahu saya tersedia di semua penerbangan Internasional.
Penerbangan ke Hongkong cukup lancar, hanya digoyang hujan saat take off di bandara Soetta. Beberapa saat setelah pesawat mengudara, saat sedang menikmati film-film yang disediakan di layar mini disepan seat, pramugari datang membawa makanan untuk saya, lebih dahulu dari makanan untuk penumpang lain di pesawat. Berhubung sudah lapar, maka saya langsung makan duluan saja.
Jepang adalah negara idola saya. Bagaimana tidak jadi idola, negara ini bisa melenggang ke papan atas ekonomi dunia meskipun hampir tidak memiliki sumber daya alam. Sumber energi fossil terutama minyak bumi dan gas alam sangat tipis jumlahnya disana. Selepas perang dunia ke II yang menghancurkan kota-kota besar, Jepang maju dengan menggenjot industri manufaktur. Mereka membeli bahan baku dari negara lain, mengolahnya menjadi barang jadi, lalu menjual kembali dengan harga yang mahal.
Jepang dilalui 4 musim pertahun, menjadikan negara ini salah satu destinasi wisata favorit di Asia. Di musim semi, hamparan bunga sakura di Jepang adalah spot berfoto yang sangat diburu wisatawan. Ah rasanya tak sabar segera tiba di Osaka.
Baca juga:
Pramugari berlalu lalang menawarkan ice cream ke penumpang. Saya penasaran juga mau mencicipi.
''Excuse me, may I have one?"
Pramugari tersenyum kecut.
"I am so sorry, Sir. This is not moslem food."
"Ohh, I see. Thank."
Gagal saya makan ice cream.
Penerbangan 4 jam ke Hongkong menguatkan syukur betapa teratur hidup seorang muslim. Untuk makan di pesawat saja tidak boleh sembarangan. Alhamdulilah.
Saya transit beberapa jam di Hongkong. Bandara Hongkong adalah bandara terluas dan tersibuk yang pernah saya lihat accross my life, ala Vicky Prasetyo. Manusia dimana-mana berjalan cepat kesana kemari, ada yang sambil berlarian. Petugas-petugas bandara sambil berteriak mengarahkan orang-orang. Saya berpikir ini orang semua mau kemana kah? Keluar logat Makassar. Hhe
Penerbangan lanjutan saya ke Osaka kebagian gate nomer 503. Berarti kan gate di bandara ini ada ratusan jumlahnya. Untuk sampai di gate tujuan, saya naik kereta listrik sekitar 3 menit. Sesampai di ruang tunggu saya mencari keran air minum karena sudah kehausan berhimpitan di kereta.
Buat yang belum tahu, di beberapa bandara besar negara tertentu, termasuk Hongkong dan Jepang, tersedia keran air minum gratis. Keran air ini aman dan sudah lulus pedoman WHO (World Healt Organization). Jadi kita tinggal siapkan saja botol air minum dan isi ulang di keran tersebut. Di Indonesia juga sudah ada, tapi kalau tidak salah baru di bandara Soetta, itupun di terminal tertentu. Sambil menunggu boarding tak lupa saya telpon istri, dan kembali diingatkan soal jaket. Hehe
Baca juga:
- Belajar PLTA di Program Hydropower Development - NTNU Norwegia
- Inilah Habibie Factor, Penemuan BJ Habibie yang Mengubah Dunia
Sekitar pukul 9 malam waktu setempat pesawat mendarat di bandara Kansai, kota Osaka. Saya bergegas keluar, dan langsung menuju gerbang pemeriksaan imigrasi. Di gerbang imigrasi ini saya kembali menunjukkan dokumen perjalanan. Petugas imigrasi tampak penuh curiga melihat gambar-gambar mesin di dokumen yang saya tunjukkan. Mungkin disangka saya hendak menjual mesin pemusnah massal. Saya akan menceritakan pekerjaan saya di Jepang nanti pada tulisan yang lain.
Tidak puas di gerbang imigrasi saya lalu diantar ke ruangan lain, ruangan khusus yang tampaknya fungsinya untuk introgasi lebih detail. Beberapa orang duduk berhadapan di meja yang terpisah-pisah. Pada petugas yang lain disana saya kembali menjelaskan tujuan saya datang ke Jepang. Agak ribet karena bahasa inggris saya pas-pasan, dan bahasa inggris petugasnya lebih parah lagi. Kami beberapa kali membuka bantuan translate online. Hehe. Namun saya terkesan dengan kesabaran, keramahan, dan tutur kata yang halus dari para petugas ini. Berulang-ulang saya mendengar kata Arigato begitu lancar terucap dari kalimat-kalimat mereka.
Setelah dinyatakan lulus berkas dan lulus wawancara saya diizinkan keluar dari bandara, dan diantar sampai pintu keluar. Tak lupa saya mampir mengambil koper saya di bagian baggage claim. Dipintu kedatangan, saya sudah ditunggu seorang perwakilan dari perusahaan yang saya tuju.
"Hajimemashite, Fachrul san. Welcome to Japan!"
Dia menyapa saya dengan ramah sambil membungkuk. Tambahan 'san' dibelakang nama dalam bahasa Jepang adalah sapaan untuk menunjukkan sikap sopan dan hormat. Saya balas membungkuk juga tapi sepertinya saya terlalu bungkuk. Hehe. Agak lucu rasanya tapi saya sangat terkesan. Setelah basa-basi sedikit saya siap diantar ke hotel tempat saya akan menginap.
Baca juga:
- Onigiri, Segitiga Penyelamat Pelancong Muslim di Jepan
- Camping di Padamarari, Selayang Pandang Danau Poso
''Is it still winter now?''
Saya tanya ke orang yang jemput.
''Yes, Sir. It's peak of winter. Two more weeks the spring might be coming".
Sekitar dua minggu lagi musim semi gaesss. Semoga masih sempat berfoto dengan bunga sakura yang mekar. Hehe. Sepanjang jalan ke hotel saya mengagumi setiap sisi kota yang unik. Orang-orang mengemudi dengan kecepatan tinggi di jalan lengang yang luas nan bersih. Saya minta ke supir untuk mematikan penghangat mobil. Saya ingin menikmati dinginnya winter.
Hajimemashite, Osaka !
Next eps kak ditunggu 🤣
ReplyDeleteSiap, Unknown!
DeleteDitunggu part selanjutnya detail kegiatan di Osakaa dan tmpat wisata yang banyak dikunjungi di sana :D
ReplyDelete