Sebagai makhluk yang selalu bertindak menggunakan akal pikiran, manusia sudah sepantasnya harus tahu dan bisa memprediksi bahwa akan ada sebuah kekuatan yang berusaha menghegemoni dirinya. Namun sebagian besar manusia justru membiarkan dirinya dikuasai oleh kekuatan tersebut.
Satu kelompok manusia yang saat ini masih memiliki peran sentral dalam menangkal usaha penguasaan diri manusia dari kekuatan dan kekuasaan tersebut adalah kelompok mahasiswa.
Mahasiswa, sebuah kata yang mengandung banyak arti. Sudah banyak kalangan yang berusaha mengartikan kata tersebut, baik mahasiswa itu sendiri, praktisi pendidikan, para ahli, pemerintah sampai masyarakat umum. Begitu banyak arti dari kata mahasiswa sehingga menimbulkan banyak pandangan dan hal tersebut adalah benar semua. Akan tetapi kadang kita terlupakan dari mana kata mahasiswa itu terbentuk. Mahasiswa terbangun dari dua kata, maha dan siswa. Jika diartikan, maha sama artinya dengan yang ter, siswa artinya pelajar. Jadi dari kata penyusunnya, mahasiswa adalah ‘yang terpelajar’.
Kita sebagai mahasiswa yang diartikan sama dengan terpelajar tentu bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan yang terpelajar?
Untuk menjawab hal tersebut silahkan kawan-kawan mengartikannya sendiri karena pandangan kita mungkin berbeda-beda dan semuanya itu benar karena mahasiswa itu unik.
Saya hanya ingin mengangkat satu aspek dari mahasiswa yang terpelajar itu yakni aspek kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan disekitarnya. Saya menyebutnya ‘mahasiswa dan kemanusiaan’.
Kemanusiaan atau humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran berbeda yang memfokuskan dirinya bagi jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Ketiklah kata 'kemanusiaan' di mesin pencari maka akan muncul gambar-gambar yang hampir semua mewakili penderitaan banyak manusia di bumi ini. Kemanusiaan merupakan sisi yang sangat dekat dari diri seseorang, termasuk mahasiswa. Namun terkadang kita bersikap apatis terhadap sisi ini. Sebagai manusia terpelajar, tidak semestinya kita bersikap seperti itu. Apatis dan tidak peduli. Sisi kemanusiaan dari seorang mahasiswa adalah sebuah tanggung jawab intelektual yang harus dipertanggungjawabkan ketika tidak memperdulikannya atau berpura melupakannya.
Tindak nyata dari seorang mahasiswa adalah berbuat untuk masyarakat. Tidak hanya terus terus bertatap muka dengan dosen di bangku perkuliahan atau sekedar membaca buku-buku sosial, diskusi, kajian, dll, tanpa tanpa tindakan nyata.
Tuntutan akademik juga salah satu penyebab mengapa sekarang kalangan mahasiswa cenderung bersikap apatis terhadap sisi yang begitu dekat darinya yaitu sisi kemanusiaan. Tuntutan akademik adalah kanalisasi dari kekuatan dan kekuasaan yang mencoba menghegemoni mahasiswa dan alhasil cara itu berhasil walaupun masih saja ada mahasiswa yang mencoba untuk tidak terkuasai olehnya.
Percepatan untuk menyelesaikan studi merupakan tuntutan yang dibebankan kepada mahasiswa sehingga terkadang melupakan hal-hal yang sangat substansial yang harus dilakukan ketika mendapat kesempatan menjadi orang ‘yang terpelajar’, mahasiswa.
Yang paling kongkrit yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa adalah bagaimana membendung hegemoni kekuatan dan kekuasaan yang akan terus menerus mengincar kita. Berjalanlah keluar dari iring-iringan. Berhentilah terlalu menghamba pada rutinitas. Temui kawan-kawan kita dan kembalilah pada kebebasan dengan penyaluran keinginan, nalar, minat, dan bakat yang berorientasi langsung terhadap fungsi kita dalam masyarakat tanpa harus terkekang oleh tuntutan akademik untuk menyelesaikan studi secepatnya.
Pos Komando Gurila SAR Unhas
Gedung PKM II Lt.2 Kampus Unhas Tamalanrea
Gedung PKM II Lt.2 Kampus Unhas Tamalanrea
Terbit di Forum Mimbar Bebas harian Fajar, September 2011
Setuju !
ReplyDelete