Sore ini sepulang kantor tiba-tiba
saya rindu mendaki gunung. Di Kota Bogor ini, entah gunung ada dimana. Saya
orang baru di kota ini dan tak tahu apa-apa. Saya rindu teman-teman di Makassar. Lalu terpikir untuk bercerita
pengalaman mendaki gunung Kambuno tempo hari saat masih kuliah. Dibantu
catatan-catatan kecil dan foto-foto pendakian yang tersimpan di laptop, saya
merangkai ingatan kembali, sambil melepas rindu untuk teman-teman yang jauh disana.
Gunung Kambuno adalah salah satu
gunung yang sering dituju para penggiat alam bebas di sulawesi selatan. Selain
medannya yang sangat menantang, kawasan hutan yang masih alami dan dihuni
binatang khas sulawesi, Anoa, juga menjadi daya tarik tersendiri meskipun
berada di wilayah yang sangat terpencil. Saya dikaruniai kesempatan untuk
menikmati gunung ini bersama rekan-rekanku Tim Ormed Dewata XIX SAR Unhas nya
pada bulan Mei, 2010. Nama sebenarnya adalah Lantangunta, tapi lebih dikenal
dengan nama gunung Kambuno oleh penduduk setempat yang juga sering mengunjungi
gunung ini untuk berburu binatang. Berada di kawasan kecamatan Sabbang
kabupaten Luwu Utara, tepatnya di Desa Malimbu dusun Mangkaluku, membutuhkan
waktu berjalan kaki 2-3 hari dari daerah terakhir yang bisa dilalui kendaraan
bermotor untuk sampai di kaki gunung.
Untuk mencapai daerah ini, saya dan rekan2 mengambil titik start di Posko Gurila SAR Unhas menuju terminal Daya Makassar kemudian naik Bus 451 km sampai di kecamatan Sabbang Luwu Utara. Dari Sabbang melanjutkan ke Desa Malimbu dengan menumpang truk. Baru dari desa Malimbu kami memulai berjalan kaki ke Dusun Mangkaluku. Dusun mangkaluku adalah kampung terakhir sebelum lanjut lagi ke kaki gunung kambuno.
Untuk mencapai daerah ini, saya dan rekan2 mengambil titik start di Posko Gurila SAR Unhas menuju terminal Daya Makassar kemudian naik Bus 451 km sampai di kecamatan Sabbang Luwu Utara. Dari Sabbang melanjutkan ke Desa Malimbu dengan menumpang truk. Baru dari desa Malimbu kami memulai berjalan kaki ke Dusun Mangkaluku. Dusun mangkaluku adalah kampung terakhir sebelum lanjut lagi ke kaki gunung kambuno.
Desa Malimbu dusun Pongo adalah
daerah terakhir dari jalur yang bisa ditempuh dengan mobil. Itupun hanya truk
dan mobil pribadi. Transportasi umum yang ada hanya Ojek. Jarak dari kecamatan
Sabbang 5 km, dapat ditempuh 15 menit. Luas wilayah Desa Malimbu 262,41 km
dengan 2.363 penduduk yang terdistribusi dalam 5 dusun.
Pongo, Malimbu, Tuara, Mamea dan Mangkaluku. Mata pencaharian umum penduduknya
adalah bertani kakao dan jual beli rotan. Ada juga yang berdagang kebutuhan
sehari-hari warga. Fasilitas komunikasi yang bisa dipakai adalah handphone.
Untuk penerangan,digunakan generator diesel mini sebagai pembangkit listrik.
Penduduk daerah ini semuanya beragama Islam dengan bahasa sehari-hari yang umun
digunakan adalah bahasa Bugis.
Baca juga: Gandang Dewata, Mencari Mayor Latang
Baca juga: Gandang Dewata, Mencari Mayor Latang
Dusun Mangkaluku
Dari Desa Malimbu, perjalanan kami
lanjutkan ke dusun Mangkaluku. Jarak dari Malimbu kurang lebih 21 km ditempuh
dengan berjalan kaki melalui jalan pengerasan. Sebenarnya dari Malimbu bisa
dilalui motor/ojek tapi biasanya warga hanya menggunakan motor untuk mengangkut
barang. Untuk pengemudi motor biasa, sangat tidak saya anjurkan melewati jalan
disini. Jalan raya nya 100 % off road. Biaya ojek Rp. 100.000. Mangkaluku
adalah kampung terakhir dari kaki gunung Kambuno. Merupakan dusun dengan
wilayah terluas di wilayah desa Malimbu, 205,48 km dan jumlah penduduk
terkecil, hanya 308 jiwa. Daerah ini masih sangat kental dengan suasana tradisional.
Misalnya memasak makanan dengan kayu bakar, mandi dan mencuci pakaian di
sungai, dll.
Pic. Sungai di dusun
Mangkaluku
Dari Mangkaluku masih 20 km lagi sampai di Pos I gunung Kambuno.
Bisa ditempuh 1 hari perjalanan tapi karena medan yang lebih banyak menanjak,
bisa mamakan waktu sampai 2 hari.
Pic. Jembatan meninggalkan dusun
Mangkaluku
Gunung Kambuno /
Lantagunta
Saya bersama tim, sampai di kaki
gunung Kambuno setelah perjalan 2 hari dari Mangkaluku. Warga lebih mengenal
tempat ini dengan sebutan km 45, karena jaraknya 45 km dari pangkal jalan
pengerasan diukur dengan speedometer motor. Terdapat sebuah tanah lapang
disisi jalan yang sering digunakan para pendaki untuk Camp sebelum naik ke
gunung kambuno. Disebelah, sisi jalan yang lain adalah lembah hutan yang
didominasi tumbuhan pinus dan alang-alang. Disinilah Pintu
masuk untuk memulai perjalanan menuju puncak gunung Kambuno.
Pos I
Pos I
Pos I adalah pintu masuk gunung Kambuno, di antara pohon pinus dan alang-alang, tepat dipinggir jalan
pengerasan. Tidak ada tempat camp. Pos I hanya sebagai titik masuk jalur ke
puncak kambuno. Para pendaki biasanya mengambil titik camp di tanah lapang di
sebelahnya karena jaraknya hanya beberapa meter. Terdapat sungai besar
yang jaraknya sekitar 20 m. Ketinggian Pos ini 2656 mdpl.
Pic. Belokan dari jalan pengerasan
masuk menuju pos I
Dari pos I kami mulai memasang string line untuk menandai jalur. Walaupun sudah ada beberapa string line yang terpasang tapi tetap kami tambahkan.
Baca juga: Camping di Padamarari, Selayang Pandang Danau Poso
Pos II
Jalur dari pos I ditempuh sekitar
2,5 km melalui hutan yang didominasi tumbuhan alang-alang. Jalur ke pos II
cukup terjal dan kebanyakan melalui pinggiran longsoran tanah. Pos II berada
pada ketinggian 2832 mdpl. Lokasinya berupa tanah datar yang cukup luas. Tidak
ada sumber air yang dekat dari pos.
Pos III
Jarak dari pos II ke pos III
sekitar 3,4 km. Dari pos II melalui medan yang sangat menanjak sebelum agak
landai mendekati pos III. Kebanyakan juga melalui pinggir longsoran. Pos III berada
pada ketinggian 1943 mdpl. Para pendaki sering menyebut pos ini dengan nama
camp air karena merupakan satu-satunya pos di jalur kambuno yang terdapat
sumber air. Terdapat sungai yang dengan lebar sekitar 3 meter. Luas tempat camp
berupa tanah datar sekitar 5x5 meter. Para pendaki umumnya mengambil titik
camp di pos ini sebelum memulai perjalanan besok paginya ke puncak. Kami pun
demikian.
Pic. Sungai di pos III
Pos IV
Pos IV berupa tanah datar yang
sempit. Di dominasi tumbuhan semak dan pakis. Posisi pos ini dekat dengan
longsoran. Jalur dari pos III sangat terjal. Beberapa kali kami harus
menggunakan webbing untuk melalui jalur yang terlalu miring. Ada juga jalur yang
sudah hilang ataupun tertutup oleh pohon tumbang.
Pos V
Pos V berada pada ketinggian 2190
mdpl, merupakan tanah datar dengan luas sekitar 10 x 15 m. Berjarak sekitar
1 km dari pos IV ditempuh melalui medan yang juga cukup menanjak.
Meskipun luas, pos ini tidak memungkinkan untuk camp karena sumber air yang
jauh juga suhu yang sangat dingin. Di pos ini terdapat percabangan jalan
yang cukup berbahaya terutama jika dari puncak karena jalur asli yang terlihat
sangat kecil, percabangan yang terlihat lebih luas. Berupa tanah yang rawan
longsor karena minim poho-pohon besar.
Pos VI
Pos VI
Di pos inilah kira-kira warga
sering berburu anoa. Disini kami di kagetkan oleh seekor anoa yang tiba-tiba
melompat keluar dari semak. Di pos ini sampai pos VII memang kami dapati paling
banyak kotoran anoa yang menandakan hewan khas sulawesi ini lebih sering di
sekitar pos ini. Juga terdapat pohon kalpataru dengan batang yang besar-besar. Pos
VI berada pada ketinggian 2269 mdpl. Masih banyak dilalui longsoran di jalur
yang di lalui. Juga ditemukan percabangan jalur dan beberapa lubang yang di
sebabkan oleh erosi tanah.
Pos VII
Pos VII
Pos VII berjarak kurang dari satu
kilo meninggalkan pos VI. Medan yang tidak terlalu menajak tetapi tetap
menguras tenaga karena jalur yang lembab. Di pos ini mulai dipadati tumbuhan
lumut di sepanjang jalur yang kebanyakan terdiri dari bebatuan. Pos VII berada
pada ketinggian 2398 mdpl.sinar matahari kurang karena tertutup pohon-pohon
yang lebat.
Pos VIII
Pos VIII
Kondisi medan pos VIII hampir sama
dengan pos VII, mungkin karena jarak yang dekat. Hanya populasi tumbuhan lumut
yang semakin banyak. Mulai ada di pepohonan. Di pos ini sampai pos IX adalah
lokosi yang sangat rawan karena jalur yang sulit di bedakan. Pohon-pohon yang
hampir sejenis dengan jarak antar pohon yang sama membuat kesulitan mengingat
jalur terutama saat turun dari puncak. Penggunaan String Line sangat
efektif dan membantu dalam hal ini.
Pos IX
Pos IX
Pos IX berada pada ketinggian 2656
mdpl. Merupakan pos dengan suhu yang paling dingin diantara semua pos menuju
puncak Kambuno. Hampir tidak tampak lagi pohon-pohon dan bebatuan. Yang
terlihat hanya lumut dimana-mana. Julur licin dan sangat menanjak. Jarak
pandang hanya sekitar 4 meter karena kabut yang tebal.
Pos X ( Puncak )
Pos X ( Puncak )
Jalur menuju puncak juga adalah
puncak, klimaks kesulitan dari medan yang telah dilalui. Jalur yang paling
miring, bebatuan yang licin, suhu dingin dan tentu saja jalur panjang, sangat
menguras tenaga dan mental. Sekitar 1,3 km dari pos IX dilalui dengan beberapa
kali harapan sia-sia akan sampai di puncak. Ternyata beberapa kali belum juga.
Beberapa kali batu yang diinjak lepas dan jatuh menggelinding ke bawah.
Kami harus berpegang kuat-kuat pada pohon-pohon kecil untuk memastikan tetap
aman meskipun terpeleset karena licin atau batu yang diinjak akan jatuh. Tidak
ada suara tim selama melalui jalur ke puncak. Sunyi senyap sepanjang jalur ini.
Tidak ada suara rekan-rekan, ngobrol sambil jalan seperti biasa. Masing-masing
diam dengan pikirannya. Huh
Beberapa bongkahan batu yang terusun di depan kami menandai triangulasi gunung Kambuno. Tanah datar sekitar 6x6 meter. Subhanallah. Surga kabut. Kami sampai, merapat, mendarat, di puncak gunung Kambuno, 3883 mdpl, setelah naik mobil 456 km dan berjalan kaki sekitar 50 km. Semua rasa lelah, capek, letih, lemas, loyo, dilupakan sejenak. Kami hanya mengabadikan momen ini beberapa menit kemudian segera bersiap turun kembali mengambil barang-barang di pos III lalu terus dan camp di dekat pos I. Tuntas sudah.
Baca juga: Perjalana ke Jepang, Hajimemashite Osaka!
Perjalanan kembali ke dusun Mangkaluku kami tempuh hanya dalam waktu satu hari saja dari Pos I. Menginap semalam di Mangkaluku lalu melanjutkan sehari perjalanan lagi ke Desa Malimbu. Rasa bahagia bercampur bangga menyelimuti perasaan kami ketika malam itu kami sudah duduk manis di dalam bus yang membawa kami dari Pertigaan Sabbang kembali ke Makassar. 11 jam didalam bus menuju Makassar dimanfaatkan untuk menelfon, melepas rindu kepada kerabat setelah hampir 2 minggu tidak mencicipi teknologi bernama HP. Namun bagi saya, malam itu sepertinya tidak ada yang lebih penting dari mengingat kembali setiap langkah menuju dan pulang dari Gunung Kambuno. It was absolutely awesome !
Beberapa bongkahan batu yang terusun di depan kami menandai triangulasi gunung Kambuno. Tanah datar sekitar 6x6 meter. Subhanallah. Surga kabut. Kami sampai, merapat, mendarat, di puncak gunung Kambuno, 3883 mdpl, setelah naik mobil 456 km dan berjalan kaki sekitar 50 km. Semua rasa lelah, capek, letih, lemas, loyo, dilupakan sejenak. Kami hanya mengabadikan momen ini beberapa menit kemudian segera bersiap turun kembali mengambil barang-barang di pos III lalu terus dan camp di dekat pos I. Tuntas sudah.
Baca juga: Perjalana ke Jepang, Hajimemashite Osaka!
Perjalanan kembali ke dusun Mangkaluku kami tempuh hanya dalam waktu satu hari saja dari Pos I. Menginap semalam di Mangkaluku lalu melanjutkan sehari perjalanan lagi ke Desa Malimbu. Rasa bahagia bercampur bangga menyelimuti perasaan kami ketika malam itu kami sudah duduk manis di dalam bus yang membawa kami dari Pertigaan Sabbang kembali ke Makassar. 11 jam didalam bus menuju Makassar dimanfaatkan untuk menelfon, melepas rindu kepada kerabat setelah hampir 2 minggu tidak mencicipi teknologi bernama HP. Namun bagi saya, malam itu sepertinya tidak ada yang lebih penting dari mengingat kembali setiap langkah menuju dan pulang dari Gunung Kambuno. It was absolutely awesome !
Demikian kisah jalan-jalan kami ke gunung Kambuno,
ini tanpa menceritakan kisah-kisah aneh yang kami alami disana. Haha. Semoga
bisa bermanfaat menjadi referensi bagi rekan-rekan pendaki. Barangkali kalian ada yang butuh data lebih detail medan
gunung ini, termasuk foto-foto jalur, boleh kontak saya. Ayo
minum-minum kopi sambil bercerita di teras ku. Bercerita tentang jembatan bambu,
kilometer 13, camp vietnam, mitos aneh, sarang anoa, pacet, camp air,
kalpataru. Tentu setelah kalian pulang dari Kambuno.
Saya tunggu. Salam Lestari !
Bogor, 31 Januari 2015
nice posting, salam lestari. orang tua kami lahir di mangkaluku, kami kini tinggal di pulau bali. rindu rasanya pulang ke mangkaluku, mandi di sungai yg jernih dan tak lupa menikmati kapurung. terus menulis ttg mangkaluku. trimz
ReplyDeleteSalam mba, kampung yg indah. Tks
DeleteSalam mbak Nanik,
ReplyDeleteKampung Mangkaluku adalah salah satu daerah paling unik dan ramah yang pernah saya kunjungi. Saat itu kami nginap di rumah kepala dusunnya. Semoga mbak Nanik bisa segera pulang mengunjungi Mangkaluku.
Trims sudah mampir di blog ini.
Mantap dah...
ReplyDeleteSiap bang !
DeleteSaya asli mangkaluku trima kasih banyak sudah menulis tentang dusun kami mampir lah di rumah kami jika kembali kesana rumah saya rumah pertama selepas masjid seblah kanan
ReplyDeleteMangkaluku adalah kampung yang unik dan alami. Senang pernah berkunjung kesana.
DeleteTerima kasih pak
Mantap SAR Unhas !
ReplyDeleteTerima kasih
Deletenarasi yang apik....
ReplyDeletekami dari KPH Rongkong rencana menata track menuju puncak kambuno. jika sempat merapat, kami menanti diskusi detail di kantor kph rongkong. lr. asrama brimob. baenunta
Salam lestari bang,
DeleteJika membutuhkan laporan perjalanan ini untuk referensi, bisa minta ke posko SAR Unhas di Makassar.
Terima kasih